Cara Mengenali Nafsu
Tuesday, June 2, 2020
Cara Mengenali Nafsu sebagai berikut :
Keadaan nafsu, pembagian nafsu, memerangi nafsu dengan lapar.
A. Keadaan Nafsu
Para ulama telah bersepakat bahwa nafsu itu memotong dan pemutus tali hubungan antara hati manusia dengan Allah swt. dan hubungan tersebut tidak akan tersambung lagi, kecuali setelah nafsu ditundukkan dan di redam serta di kekang.
Dalam hubungan dengan nafsu manusia di bagi menjadi dua, yaitu :
"Maka barang siapa yang durhaka, dan mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang yang takut akan kebesaran Allah (Tuhannya) dan menahan diri dari gejolak nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya."
Kadang-kadang hati berada di antara dua pilihan, terkadang dapat mengalahkan nafsunya dan terkadang di kalahkan oleh nafsunya. Di sinilah ajang tempat ujian dan cobaan dari Allah.
Baca Juga :
B. Pembagian Nafsu
1. An-Nafsul Muthmainnah
Jika hawa nafsu itu tenang dengan berzikir kepada Allah, senantiasa tunduk kepada-Nya, rindu untuk selalu ingin bertemu dengan-Nya. Nafsu ini dinamakan Al-Muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa yang tenang inilah yang di panggil oleh Allah dengan penuh ridho, sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Fajr ayat 27-28 yang artinya : "Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh ridho lagi di ridhoi".
Imam Qatadhah mengatakan nafsu muthmainnah adalah nafsu seorang mukmin yang merasa tenang dan tenteram dengan apa yang telah di janjikan oleh Allah. Sedangkan orang mukmin yang memiliki jiwa seperti ini merasa tenang di depan pintu makrifat asma dan sifat-sifat Nya, berita tentang diri-Nya dan tentang Rasul-Nya saw. Lalu ia tenteram mengingat berita tentang hal ikhwal setelah mati. Baik tentang alam barzah maupun tentang keadaan hari kiamat, sehingga seakan-akan menyaksikan peristiwa tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Selanjutnya ia akan merasa tenang dengan qadha dan qadhar Allah swt. yang di sambung dengan penuh pasrah dan tawakal kepada-Nya, tidak mengeluh serta tidak putus asa, karena ia yakin bahwa musibah itu telah di tentukan sebelum datang menimpanya, bahkan sebelum dirinya di ciptakan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat At-Taghabun ayat 11 yang artinya :
"Tidak ada sesuatu pun musibah yang terjadi melainkan dengan seizin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah memberinya hidayah".
Sebagian ulama salaf mengatakan, "Nafsul muthmainnah ialah jika seorang tertipa musibah, ia sabar dan tabah serta sadar bahwa segala ujian dan cobaan yang menimpanya adalah dari Allah, kemudian ia menerimanya dengan ridho dan pasrah".
An-Nafsul muthmainnah selalu tenteram dan tenang di dalam menjalankan perintah-perintah Nya, ia tidak mendahulukan kemauan atau hawa nafsunya, juga tidak takut dalam melakukan perintah tersebut. Ia juga tidak mencampur adukan yang shubhat dan salah paham yang bertentangan dengan tuntunan atau ajaran yang sesungguhnya, dan juga tidak menurut syahwat yang menyalahi perintah. Apabila ada hal-hal yang sifatnya meragukan, di anggap sebagai bisikan syaitan, yang mana lebih baik dirinya di jatuhkan dari langit dari pada menemui hal-hal yang subhat tersebut. Inilah yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai Sharihul Iman yaitu iman yang terang.
Apa bila ia tel;ah tenang dan tenteram dari shubhat berkat keyakinan yang dalam, kebodohan berkat ilmu, dari kelalaian berkat dzikir, dari riya, berkat ikhlas, dari bohong berkat jujur, dari lemah berkat kekuatan, dari sombong berkat rendah diri, maka ketika itulah hawa nafsu menjadi Al-Muthmainnah.
Pokoknya pangkal dari muthmainnah ialah sadar dan waspada yang menghilangkan kelalaian dari hatinya. Wallahu A'lam.
2. An-Nafsul Lawwamah
An-Nafsul Lawwamah adalah nafsu yang tidak tetap dalam satu keadaan, nafsu ini selalu berubah-ubah dan berbolak-balik, keadaannya terkadang sadar terkadang lalai, ada kalanya menerima dan ada kalanya menolak, sewaktu-waktu taat dan sewaktu-waktu membantah.
Dan An-Nafsul Lawwamah terbagi menjadi dua bagian yaitu :
Imam Hasan Bisri mengatakan, "Engkau tidak akan melihat seorang mukmin melainkan ia selalu mencaci nafsunya dengan berkata, "Mau apa engkau....wahai nafsu ? Mengapa engkau kerjakan semua ini ? Ini lebih baik ataukah yang itu ?"
Sebaik-baik pemilik nafsu ialah orang yang selalu mencela dirinya atas ketidak ta'atannya kepada Allah. Ia selalu mengoreksi terhadap kejelekannya, tetapi tidak terpengaruh dengan celaan manusia dalam rangka taat kepada-Nya. Wallahu A'alm.
Baca Juga :
A. Keadaan Nafsu
Para ulama telah bersepakat bahwa nafsu itu memotong dan pemutus tali hubungan antara hati manusia dengan Allah swt. dan hubungan tersebut tidak akan tersambung lagi, kecuali setelah nafsu ditundukkan dan di redam serta di kekang.
Dalam hubungan dengan nafsu manusia di bagi menjadi dua, yaitu :
- Golongan manusia yang hatinya di pimpin oleh hawa nafsu, sehingga ia menjadi budaknya yang selalu menuruti kemauan nafsunya.
- Golongan manusia yang hatinya berisi kebenaran dan memimpin nafsunya, sehingga ia tidak mengumbar nafsu syaitan yang menyeret dan membawanya ke neraka.
"Maka barang siapa yang durhaka, dan mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang yang takut akan kebesaran Allah (Tuhannya) dan menahan diri dari gejolak nafsunya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya."
- Seorang arif pernah berkata, "Perjuangan orang-orang yang mencari (keutamaan) berakhir pada hawa nafsunya. Maka barang siapa orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya, maka ia akan berbahagia karena mendapatkan kemenangan. Dan sebaliknya, barang siapa orang yang dikalahkan oleh hawa nafsunya, maka ia akan mendapatkan kerugian".
Kadang-kadang hati berada di antara dua pilihan, terkadang dapat mengalahkan nafsunya dan terkadang di kalahkan oleh nafsunya. Di sinilah ajang tempat ujian dan cobaan dari Allah.
Baca Juga :
- Meningkatkan kualitas diri
- Keutamaan Menuntut Ilmu
- Asal-Usul Syekh Siti Jenar
- Jangan Menyesali Masa Lalu
- Rahasia Bahagia | Kunci Bahagia
- Berpikir Dan Bersyukur
- Mush'ab bin Umair Duta Islam yang Pertama
- Salman Al Farisi Pencari Kebenaran
- Cara mempermudah bangun malam
- Cara Mengenali Nafsu
- Memerangi Nafsu Dengan Lapar
- Keutamaan Akhlak
- Rahasia Takdir
- Renungan Suci #1
- Renungan Suci #2
- Renungan Suci #3
- Ingin Kaya | Seriuslah Bekerja
- Biarkan Hari Esok Datang
- Tersenyumlah Dan Jangan Bersedih
B. Pembagian Nafsu
1. An-Nafsul Muthmainnah
Jika hawa nafsu itu tenang dengan berzikir kepada Allah, senantiasa tunduk kepada-Nya, rindu untuk selalu ingin bertemu dengan-Nya. Nafsu ini dinamakan Al-Muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa yang tenang inilah yang di panggil oleh Allah dengan penuh ridho, sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Fajr ayat 27-28 yang artinya : "Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh ridho lagi di ridhoi".
Imam Qatadhah mengatakan nafsu muthmainnah adalah nafsu seorang mukmin yang merasa tenang dan tenteram dengan apa yang telah di janjikan oleh Allah. Sedangkan orang mukmin yang memiliki jiwa seperti ini merasa tenang di depan pintu makrifat asma dan sifat-sifat Nya, berita tentang diri-Nya dan tentang Rasul-Nya saw. Lalu ia tenteram mengingat berita tentang hal ikhwal setelah mati. Baik tentang alam barzah maupun tentang keadaan hari kiamat, sehingga seakan-akan menyaksikan peristiwa tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Selanjutnya ia akan merasa tenang dengan qadha dan qadhar Allah swt. yang di sambung dengan penuh pasrah dan tawakal kepada-Nya, tidak mengeluh serta tidak putus asa, karena ia yakin bahwa musibah itu telah di tentukan sebelum datang menimpanya, bahkan sebelum dirinya di ciptakan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat At-Taghabun ayat 11 yang artinya :
"Tidak ada sesuatu pun musibah yang terjadi melainkan dengan seizin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah memberinya hidayah".
Sebagian ulama salaf mengatakan, "Nafsul muthmainnah ialah jika seorang tertipa musibah, ia sabar dan tabah serta sadar bahwa segala ujian dan cobaan yang menimpanya adalah dari Allah, kemudian ia menerimanya dengan ridho dan pasrah".
An-Nafsul muthmainnah selalu tenteram dan tenang di dalam menjalankan perintah-perintah Nya, ia tidak mendahulukan kemauan atau hawa nafsunya, juga tidak takut dalam melakukan perintah tersebut. Ia juga tidak mencampur adukan yang shubhat dan salah paham yang bertentangan dengan tuntunan atau ajaran yang sesungguhnya, dan juga tidak menurut syahwat yang menyalahi perintah. Apabila ada hal-hal yang sifatnya meragukan, di anggap sebagai bisikan syaitan, yang mana lebih baik dirinya di jatuhkan dari langit dari pada menemui hal-hal yang subhat tersebut. Inilah yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai Sharihul Iman yaitu iman yang terang.
Apa bila ia tel;ah tenang dan tenteram dari shubhat berkat keyakinan yang dalam, kebodohan berkat ilmu, dari kelalaian berkat dzikir, dari riya, berkat ikhlas, dari bohong berkat jujur, dari lemah berkat kekuatan, dari sombong berkat rendah diri, maka ketika itulah hawa nafsu menjadi Al-Muthmainnah.
Pokoknya pangkal dari muthmainnah ialah sadar dan waspada yang menghilangkan kelalaian dari hatinya. Wallahu A'lam.
2. An-Nafsul Lawwamah
An-Nafsul Lawwamah adalah nafsu yang tidak tetap dalam satu keadaan, nafsu ini selalu berubah-ubah dan berbolak-balik, keadaannya terkadang sadar terkadang lalai, ada kalanya menerima dan ada kalanya menolak, sewaktu-waktu taat dan sewaktu-waktu membantah.
Dan An-Nafsul Lawwamah terbagi menjadi dua bagian yaitu :
- a. An-Nafsul Lawwamah yang terceta
- b. An-Nafsul Lawwamah yang tidak tercela
Imam Hasan Bisri mengatakan, "Engkau tidak akan melihat seorang mukmin melainkan ia selalu mencaci nafsunya dengan berkata, "Mau apa engkau....wahai nafsu ? Mengapa engkau kerjakan semua ini ? Ini lebih baik ataukah yang itu ?"
Sebaik-baik pemilik nafsu ialah orang yang selalu mencela dirinya atas ketidak ta'atannya kepada Allah. Ia selalu mengoreksi terhadap kejelekannya, tetapi tidak terpengaruh dengan celaan manusia dalam rangka taat kepada-Nya. Wallahu A'alm.
Baca Juga :
- Ridha Terhadap Ketentuan Allah | Bersama Motor bodol
- Tuban Abu Mualak | Bocah Berbakti Kepada Orang Tua
- Asal Usul Sunan Apel | Kisah Wali Songo
- Hiduplah Sebagaimana Adanya | Motor Bodol
- Kakek Bantal
- Kisah Wali Songo | Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa
- Tiga kondisi kebahagiaan seorang hamba
- Motor bodol untuk jarak jauh
- Sabar dalam menghadapi cobaan
- Pintu-pintu setan
- Obat sakit hati bisa dilakukan sendiri
- Hari Ini Milik Kita
- Kalimat motivasi untuk hidup lebih baik
- Jangan Risau dan Jangan Bersedih
- Tentukan Tujuan Hidup
- orang yang bahagi | happy person
- Ciri-ciri orang yang sengsara
Nafsu ini adalah nafsu yang tercela, karena nafsu ini selalu memerintah untuk berbuat yang jelek. Seseorang yang tidak lepas dari kejahatannya, kecuali firman-Nya dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 21 yang artinya :
"Dan seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya atas kamu, niscaya tidak sucilah seorang pun dari pada kamu untuk selama-lamanya".
Oleh sebab itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita untuk berdoa :
"Segala puji bagi Allah. kami puji Dia, kami memohon pertolongan dan memohon ampunan kepada-Nya serta kami berlindung kepada Allah dari segala kejahatan jiwa kami dan dari seluruh kejelekan amal kami"
Jadi kejahatan dan kejelekan itu tersembunyi di dalam jiwa, dan mendorong ke arah perbuatan-perbuatan yang jelek. Jika Allah swt. tidak memberikan pertolongan-Nya kepada jiwa seorang hamba, maka celakalah dia, binasalah ia di tengah-tengah keburukan nafsunya dan amalan-amalan buruk yang disebabkan oleh jiwa tersebut. Tetapi jika Allah swt. memberikan pertolongan-Nya, maka selamatlah ia dari kejahatan jiwanya. Oleh sebab itu, kita memihon kepada Allah agar di lindungi dari kejahatan jiwa atau nafsu kita dan amalan-amalan buruk yang di timbulkan dari kejahatan jiwa (nafsu) tersebut.
Nabi Sulaiman as. berkata: "Sesungguhnya pekerjaan melawan nafsu lebih berat dari pada menaklukkan sebuah kota sendirian".
Ali bin Abi Thalib pernah berkata, "Aku dan nafsuku tidak pernah ada, kecuali hanya seorang penggembala kambing. Seringkali dia menggiring kambingnya dari satu arah, maka kambing-kambing itu kembali berpencar lewat arah yang lain. Dan barang siapa yang berhasil membunuh nafsu, maka ia akan dikafani dengan rahmat dan dikebumikan dengan kemuliaan. Dan barang siapa yang hatinya mati (mengumbar hawa nafsu), maka ia akan dikafani dengan laknat dan dikebumikan dengan siksaan.
C. Memerangi Nafsu Dengan Lapar
Nabi Sulaiman as. berkata: "Sesungguhnya pekerjaan melawan nafsu lebih berat dari pada menaklukkan sebuah kota sendirian".
Ali bin Abi Thalib pernah berkata, "Aku dan nafsuku tidak pernah ada, kecuali hanya seorang penggembala kambing. Seringkali dia menggiring kambingnya dari satu arah, maka kambing-kambing itu kembali berpencar lewat arah yang lain. Dan barang siapa yang berhasil membunuh nafsu, maka ia akan dikafani dengan rahmat dan dikebumikan dengan kemuliaan. Dan barang siapa yang hatinya mati (mengumbar hawa nafsu), maka ia akan dikafani dengan laknat dan dikebumikan dengan siksaan.
C. Memerangi Nafsu Dengan Lapar